Oleh: Eki Tirtana Zamzani
“Ujian Nasional”, kebijakan pendidikan yang selalu menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat pada setiap penyelenggaraanya. Sebagai alat ukur terakhir pendidikan dalam menilai keberhasilan peserta didik selama tiga tahun belajar di sekolah. Unas mampu memanaskan dunia pendidikan kita. Para pakar pendidikan sibuk mengkritisi kebijakan unas yang dirasa tidak adil untuk siswa. Sementara kementerian pendidikan selaku pembuat kebijakan unas, tetap mempunyai pendirian yang kuat untuk tetap mempertahankan unas. Para guru, siswa dan orang tua akhirnya hanya bisa pasrah menerima keadaan. Demam “ujian nasional” begitu terasa pada mingu-mingu ini. Semua media massa di tanah air serempak memberitakan pelaksanaan unas tahun ini. Untuk jenjang SMA di mulai pada tanggal 18/04/2011 dan jenjang SMP di mulai pada tanggal 25/04/2011.
Para guru dan orang tua cemas akan nasib anak-anaknya dalam pelaksanaan unas tahun ini. Sekolah selama tiga tahun ditentukan dengan UN(Ujian Nasional), US(Ujian Sekolah), dan nilai rapor selama lima semester. Penilaian kelulusanya yakni gabungan antara nilai UN yang diselenggarakan Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) dan nilai ujian sekolah (US) yang mengakomodir rata-rata nilai rapor semester 1 sampai dengan 5 untuk SMP dan SMA. Bobot untuk ujian nasional yang pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 100% untuk mengukur kelulusan siswa. Kini dengan kebijakan baru kementerian pendidikan nasional bobot ujian nasional berubah menjadi 60%. Sisanya yang 40% adalah gabungan nilai (US) dan nilai rapor. (kutipan di ambil dari situs http://ujiannasional.org/paket-soal-un-2011.htm pada tanggal 22/04/2011 dengan beberapa perubahan)
Tradisi Mencontek
Hal ini ternyata masih membuat was-was siswa kelas IX SMP dan XII SMA. Karena soal ujian nasional pada tahun ini ada 5 tipe soal yang berbeda dalam setiap ruangan ujian. Dan masing-masing ruangan berisi maksimal 30 siswa. Dampaknya membuat cemas hati para orang tua, guru, dan terutama siswa yang akan menghadapi ujian nasional. Nasib mereka kini ada di ujung tanduk. Kebiasaan buruk contek-mencontek yang sudah begitu membudaya dan mendarah daging di dunia pendidikan kita. Rasa-rasanya akan sulit menyelamatkan nasib mereka dalam pelaksanaan ujian nasional tahun ini.
Bekal untuk menghadapi ujian adalah persiapan yang baik dan matang dengan cara rajin belajar. Tapi mencontek sudah menjadi tradisi dan senjata pamungkas sebagian besar peserta didik di Indonesia ketika menghadapi ujian. Mereka lebih mementingkan hasil daripada proses. Artinya mereka menginginkan hasil yang baik tapi tanpa bekerja keras. Akibatnya mereka pun menghalalkan segala cara agar bisa lulus dan memperoleh nem yang tinggi dalam ujian nasional.
Budaya mencontek sebenarnya dimulai dari kebiasaan buruk pada saat proses belajar mengajar di kelas. Pada mulanya mereka menelan mentah-mentah materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya tanpa persiapan belajar terlebih dahulu di rumah. Ketika guru selesai menjelaskan materi dan bertanya pada muridnya, “ Apakah ada yang di tanyakan anak-anak? Karena mereka belum belajar sama sekali di rumah. Ya akhirnya mereka pun bingung apa yang harus di tanyakan pada gurunya. Diam menjadi jawaban yang aman. Diam di rasa bisa menyembunyikan kebingungan. Tapi sebenarnya kebingungan yang tidak di tanyakan akan menjadi ketidakbisaan. Ketidakbisaan ini berlanjut ketika syarat penguasaan materi pelajaran sebelumnya dengan materi pelajaran yang akan dipelajari selanjutnya saling berhubungan. Sehingga akhirnya ketidakbisaan ini pun menumpuk menjadi satu. Ketika guru memberikan tugas akhir menjelang ulangan harian. Akhirnya situasilah yang memaksakan mereka untuk mencontek tugas pada teman yang lebih pandai. Tradisi mencontek akhirnya tercipta dan tumbuh subur di dunia pendidikan kita.
Ketika menghadapi ulangan harian mereka masih bisa terselamatkan jika waktu ujian duduk dekat dengan teman yang lebih pandai. Ada sebuah gurauan dari guru saya waktu Sekolah Menengah Atas dulu yakni, “Posisi menentukan prestasi”. Sungguh gurauan ini selain agak kocak dan lucu memang pada waktu pelaksanaan ulangan harian sering terbukti kebenaranya. Dengan catatan pengawasanya tidak terlalu ketat saat mengawasi ulangan harian. Teman-teman yang dalam proses belajar mengajar di kelas terlihat biasa-biasa saja tapi hasil nilai ulangan harianya begitu istimewa. Selidik cari selidik ternyata posisi waktu ulanganya begitu strategis yakni dekat dengan sang bintang kelas.
Bagi siwa yang hanya mengandalkan posisi tempat duduk yang setrategis( baca: dekat dengan teman yang pandai). Untuk ujian nasional kali ini mereka harus siap-siap gigit jari. Karena peluang mereka untuk mencontek dirasa sangat kecil sekali. Peluangnya hampir mendekati nol alias tidak mungkin lah mencontek temanya. Karena selain soalnya yang berbeda ada lima jenis soal dalam tiap kelas. Juga ada pengawas independent dari PTN( Perguruan Tinggi Negeri) yang rata-rata memiliki komitmen yang tinggi dalam mengawasi unas. Serta pengawas silang, yakni guru di suatu sekolah tidak diperkenankan menjadi pengawas di sekolahnya sendiri, tetapi harus menjadi pengawas di sekolah lain(http://ujiannasional.org/paket-soal-un-2011.htm di akses 22/04/2011). Hal ini tentunya tidak akan ada kerja sama antara guru dan siwa di sekolahan tersebut.
Kelebihan dan Kelemahan Unas
Ujian nasional memang selalu memberikan kesan tersendiri dalam dunia pendidikan kita. Unas dirasa memiliki dampak yang sungguh luar biasa bagi siswa. Siwa-siswa yang dulunya malas belajar. Karena unas sangat menentukan masa depanya akhirnya mereka pun jadi tertarik untuk belajar. Kegiatan keagamaan jadi hidup dan sering diadakan di sekolah-sekolahan. Kegiatan-kegiatan islami seperti dzikir, istighotsah dan shalat duha bersama sebelum jam belajar mengajar dimulai jadi rutin dilakukan siswa mendekati unas. Kegiatan spiritual ini bermanfaat sekali karena memberikan kekuatan rohani pada siswa yang akan menjalani ujian nasional. Ketika saya mendengarkan khutbah shalat jum’at pada tanggal 22 April 20011 di Masjid Al-Akbar Surabaya dengan khatib Prof. Dr. H Ahmad Zahro M.A. Dalam khutbah beliau dengan tema “meraih ketenangan hidup dengan qona’ah“. Beliau mengatakan bahwa manusia itu hanya bisa berusaha yang menentukan adalah sepenuhnya hak preogratif Allah SWT. Setelah berusaha semaksimal mungkin baru kita boleh bertawakal(baca: berserah diri) kepada Allah SWT. Sama halnya dengan unas, siswa hanya bisa berusaha dengan cara rajin belajar dan harus dibarengi dengan berdo’a tentunya. Hal ini sesuai dengan Firman-Nya yakni, “ Mohonlah kepada-ku. Aku pasti mengabulkan permohonanmu...”(Q.S. Al mu’min, 40;60). Untuk hasilnya biarkanlah Allah yang menentukan yang terbaik untuk kita. Saya percaya bahwa proses yang baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.
Di sisi lain unas dirasa tidak adil dalam mengeksekusi nasib seorang pelajar yang hanya ditentukan dengan mengerjakan soal pilihan ganda. Dengan kuota waktu hanya sekitar satu minggu tapi begitu menentukan masa depanya. Mengerjakan soal unas tidak semudah yang dibayangkan. Yakni hanya menghitamkan lembar jawaban komputer(LJK). Tetapi dibalik menghitamkan LJK itu terdapat resiko yang terlalu besar yang harus ditanggung siswa bila salah dalam menghitamkan jawabanya. Hal ini tentu menjadi tekanan tersendiri dalam diri siswa. Jika siswa itu tidak bisa menghilangkan tekanan tersebut. Bukanya tidak mungkin, hal ini tentunya bisa menjadi beban tersendiri. Dan bisa menjadi faktor X penyebab kegagalan yang tidak diharapkan sebelumnya. Siswa yang pandai pun tidak ada jaminan bisa berhasil lulus dalam ujian nasional. Semoga berita duka mengenai siswa yang berhasil menjuarai olimpiade internasional. Sosok pahlawan yang bisa mengharumkan nama bangsa
Sumber: majalah bulanan ideal edisi ke-2 Mei 2011 halaman 17-18
Catatan: artikel asli sebelum di edit redaktur majalah ideal
Eki Tirtana Zamzani. Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah(Keguruan dan ilmu Pendidikan) IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Pendidikan Matematika(PMT). Tinggal di http://etzcoy.blogspot.com.
Alamat : Jl. Gayungsari barat gang VII no. 6 Surabaya
No. HP : 085731058789
Tidak ada komentar:
Posting Komentar