Terimakasih anda telah mengunjungi blogku http://etzcoy.blogspot.com/ semoga blogku ini bisa bermanfaat bagi pembaca^. Amin . . .

Rabu, 18 Agustus 2010

Tayangan Inspiratif


Oleh: Eki Tirtana Zamzani

Inilah kotak ajaib yang menyihir jutaan mata di Indonesia. Televisi. Dia tidak memandang kasta yang disandang pemirsa. Kini, menonton televisi sudah menjadi kebutuhan sehari-hari untuk bisa mengetahui informasi dari dunia luar.
Pemirsa sebenarnya merindukan tayangan-tayangan inspiratif yang tidak sekadar hiburan. Tayangan yang diharapkan adalah bisa menimbulkan bekas di hati dan tersimpan di dalam ingatan berupa motivasi.
Tayangan talk show salah satu contohnya. Tayangan ini menampilkan percakapan antara presenter dengan figur-figur pilihan yang memiliki kisah inspiratif dalam hidupnya. Hal ini dikupas tuntas dengan percakapan yang dibumbui dengan senda gurau yang segar, sehingga percakapan itu begitu mudah dicerna oleh pemirsa dari berbagai kalangan masyarakat.
Figur-figur yang dulu dipandang sebelah mata, dianggap sebagai sampah masyarakat oleh kebanyakan orang karena keterbatasan dalam hidup, menjadi sosok yang membangkitkan semangat bagi yang menontonnya. Kisah tentang kekuatan memaksimalkan diri ini sering menyentuh.
Keterbatasan ekonomi, fisik, maupun mental tidak membuat mereka berpangku tangan. Mereka memiliki kemauan yang keras untuk bisa merdeka dan segera keluar dari belenggu-belenggu keterbatasan yang menjajah dirinya. Kini, mereka pantas diakui masyarakat berkat prestasi yang berhasil diraihnya dengan kerja keras.
Inilah tayangan yang seharusnya selalu ditunggu generasi muda. Jadi, tidak hanya tertawa-tawa menonton aksi konyol komedian atau terseret kisah tak masuk akal sinetron. Dalam tayangan talk show bermutu ada banyak figur yang bisa dijadikan teladan dalam hidup.
Penulis adalah Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya, Email: etz_coy@yahoo.co.id

Rabu, 04 Agustus 2010

Monopoli Pendidikan

Oleh: Eki Tirtana Zamzani

Jakarta - Tahun ajaran pendidikan 2009/2010 telah berlalu. Tahun ajaran baru 2010/2011 telah menanti bagi para pelajar lulusan SD dan SMP. RSBI mungkin tidak asing lagi bagi para pelajar Indonesia yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sebenarnya RSBI merupakan singkatan dari Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Namun, dalam tulisan saya kali ini akan saya plesetkan menjadi Rintisan Sekolah Bertarif Internasional. Karena, RSBI terbukti jelas-jelas tidak berpihak pada kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di Indonesia.

Biaya masuk dan sumbangan pengembangan pendidikan yang tinggi membuat resah kebanyakan masyarakat di Indonesia. Khususnya bagi orang tua yang akan menyekolahkan anaknya. Apakah pendidikan yang berembel-embel internasional hanya untuk anak orang kaya? Pembaca pasti sudah bisa menilainya sendiri.

Bukankah pendidikan yang berkualitas merupakan hak setiap anak bangsa. Tidak memandang kasta orang tua. Hal ini telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, "Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan" (Naskah UUD 1945, perubahan keempat disahkan 10 Agustus 2002).

Dalam Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang dinyatakan pada tanggal 10 Desmber 1948 oleh Negara-Negara yang Tergabung dalam PBB) juga tidak jauh berbeda isinya dengan UUD 1945. Kita dapat membacanya pada pasal 26 Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi, "Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran dengan tanpa biaya dan diadakan program wajib belajar". Orang tua mempunyai peranan utama untuk memilih macam-macam pendidikan bagi anak-anaknya.

Namun, fakta berkata lain. RSBI telah membatasi pelajar yang memang mempunyai kemampuan untuk bersekolah di sekolahan yang berembel-embel internasional. Hanya karena ketidakmampuan membayar biaya sekolah yang tinggi. Sungguh miris hati ini melihat potensi anak bangsa yang tidak bisa dikembangkan hanya karena ketidakmampuan biaya.

Fenomena Sekolah Negeri Berembel-embel Internasional

Fenomena sekolahan negeri yang berevolusi menjadi RSBI sudah banyak terjadi di Indonesia. Untuk sekolahan negeri yang telah bertaraf internasional dapat saya contohkan di daerah saya sendiri. Sebuah kota kecil di provinsi Jawa timur yang jarang sekali diangkat media. Kota itu adalah kota mojokerto.

SMA negeri di Kota Mojokerto hanya ada 3 sekolahan yaitu SMA 1, SMA 2, dan SMA 3. Ketiga sekolahan negeri ini yang telah bertaraf internasional adalah SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Untuk biaya sumbangan pengembangan pendidikan agar bisa sekolah di sana pun harus membengkak menjadi empat kali lipat.

Dulu waktu saya sekolah di sana untuk kelas reguler biaya SPP sebesar Rp 60,000.00/ bulan. Kini membengkak menjadi sekitar Rp 250,000.00/ bulan. Setelah semua kelasnya menjadi kelas internasional.

Kebijakan ini akan menyebabkan menipisnya peluang pelajar yang berpotensi dari kalangan menengah ke bawah untuk dapat sekolah di sekolahan negeri di sana. Karena, secara otomatis hanya tersisa dua sekolahan negeri yang bisa menampung mereka.

Fenomena ini juga tidak menutup kemungkinan akan bisa merambat ke daerah-daerah lain di Indonesia. Apabila pemerintah tetap memberikan hak otonom (kebebasan) pada sekolahan negeri untuk bisa mengatur sendiri status yang disandangnya tanpa campur tangan pemerintah. Padahal pada saat penentuan kelulusan pelajar pemerintah selalu ikut campur. Kita dapat melihat kebijakan itu pada pelaksanaan ujian nasional di setiap akhir tahun ajaran pendidikan.

Sekolahan negeri yang diharapkan bisa menjadi sekolahan yang berkualitas dengan biaya terjangkau untuk semua kalangan. Kini dengan kebijakan yang dimiliki kepala sekolah dari sekolahan negeri. Kepala sekolah bisa sewaktu-waktu mengubah sekolah yang dipimpinnya menjadi RSBI. Hal ini berarti sekolahan negeri tidak terjangkau lagi bagi masyarakat di Indonesia khususnya bagi kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Monopoli pendidikan mau tidak mau pasti akan segera tercipta. Hanya anak orang kaya yang bisa sekolah di sekolahan negeri. Anak orang biasa-biasa saja yang memang memiliki kemampuan yang sama hanya bisa menjadi penonton. Mereka hanya bisa melihat teman-temanya dari keluarga berkecukupan menimba ilmu di sekolah negeri bertaraf internasional. Akibatnya kecemburuan sosial pun tidak bisa dihindarkan lagi.

Kebajikan untuk Mengimbangi Kebijakan Pendidikan

RSBI sebenarnya merupakan sebuah kebijakan pendidikan yang membangun dalam dunia kependidikan di Indonesia. Karena, dengan adanya RSBI guru dan pelajar dituntut untuk menggunakan dua bahasa pada saat proses belajar mengajar di kelas. Bahasa internasional yaitu Bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya tapi jika ada sesuatu yang kurang jelas Bahasa Indonesia pun bisa menjadi solusinya. Hal ini berarti dunia pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat.

Jadi RSBI memang bisa menjadi sebuah catatan baru dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Tapi, juga harus dengan catatan bahwa tarif RSBI tidak boleh menyengsarakan rakyat. Apabila ada pelajar dari keluarga yang kurang mampu tapi bisa lulus dalam seleksi masuk RSBI. Mereka seharusnya juga berhak mendapatkan jatah kursi di kelas RSBI. Dengan cara pihak sekolah dan pemerintah setempat harus bekerja sama dalam pemberian beasiswa.

Inilah kebajikan yang harus segera dilakukan oleh pemerintah daerah dan kepala sekolah di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Agar dapat mengimbangi kebijakan pendidikan yang tidak mengayomi (baca: melindungi) rakyat kecil. Sehingga, diharapkan nantinya pelajar RSBI pun bisa netral dan berasal dari semua kalangan.

Akhirnya pandangan masyarakat mengenai RSBI pun bisa berubah. RSBI tidak lagi identik dengan sebutan Rintisan Sekolah Bertarif Internasional.

Eki Tirtana Zamzani

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Pendidikan Matematika. Alumni SMA Negeri 2 Kota mojokerto angkatan tahun 2008/2009. http://etzcoy.blogspot.com

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2010/07/15/085153/1399510/471/rsbi-rintisan-sekolah-bertarif-internasional